kabarkutim.com.com, Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah tidak mengabaikan cepatnya penolakan pasal tembakau dalam Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan (RPP). Berbagai wacana larangan merokok dinilai kurang tepat.
“Merokok bukan masalah kesehatan secara umum, ada faktor kesehatan yang perlu diperhatikan, sektor lapangan kerja, sektor pertanian, sektor pendapatan negara, kalau dibatasi untuk kesehatan maka tidak adil. (akar penindasan ),” ujarnya. Anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun.
Keseluruhan mata rantai sistem tembakau nasional, kata Misbakhun, tidak boleh diabaikan oleh pemerintah dengan menuliskan pasal tentang tembakau dalam RPP sistem kesehatan karena hanya dianggap satu bagian saja.
Karena pada akhirnya hal ini akan menghambat banyak kebutuhan yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian negara.
“Ada dunia usaha. Dan yang paling penting adalah sektor industri. Ada pemasukan yang signifikan bagi pengusaha dan negara dari pajak tembakau. Kalau berdampak besar pada dunia usaha, maka kepentingan negara akan hilang. Jadi kita harus melihat baik-baik.” ,” dia berkata.
Oleh karena itu, Misbakhun meminta pemerintah tidak menutup mata terhadap hal tersebut.
Saya yakin pemerintah akan memaklumi penolakan yang terjadi saat ini. Karena penolakannya sudah keterlaluan, ujarnya.
Sebab, pemerintah harus jujur dan adil dalam membuat undang-undang. Selain itu, lanjut Misbakhun, sejumlah pemangku kepentingan dan berbagai pakar menyampaikan pandangan yang lebih realistis kepada pemerintah mengenai hal tersebut.
Sulami Bahar, Ketua Gabungan Produsen Tembakau (GAPERO), mewakili Gabungan Produsen Rokok Indonesia (GAPPRI), mengatakan pihaknya telah menerapkan berbagai inisiatif sebagai bukti pentingnya hal tersebut. Saya tidak setuju dengan isi peraturan rokok.
“Kami lewat Kadin sudah berupaya maksimal, kami kaji, kami kirim surat ke Presiden, kami kirim surat ke kementerian dan lembaga terkait lainnya. Intinya kami menolak RPP (saham tembakau) karena tren RPP terlalu tinggi,” dia menjelaskan.
Sulami menilai, ketatnya pengaturan produk tembakau dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 sudah adil dan layak serta masih bisa diterapkan. Kalaupun gagal, hanya implementasinya saja yang perlu diperbaiki.