kabarkutim.CO.ID, JAKARTA – Nilai investasi di sektor pengolahan atau manufaktur non-migas telah melonjak selama sekitar satu dekade terakhir, kata Yusuf Rendy Manilet, peneliti inti ekonomi Indonesia.
Yusuf menjelaskan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (17 April 2024), nilai investasi industri manufaktur pada tahun 2014 sebesar Rp 186,79 triliun, meningkat menjadi Rp 565,25 triliun pada tahun 2023.
Dikatakannya, dalam 10 tahun terakhir (2014 hingga 2023), kumulatif investasi industri pengolahan nonmigas mencapai 3.031,85 triliun rupiah.
“Pertumbuhan nilai investasi manufaktur yang terus berlanjut menunjukkan bahwa Indonesia tidak mengalami deindustrialisasi,” ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan salah satu opsi yang diterima baik oleh pelaku manufaktur adalah kebijakan hilirisasi. Ia menilai kinerja monetisasi investasi hilir sudah signifikan khususnya pada subsektor industri logam dasar, sehingga jika program tersebut tetap berjalan, maka akan sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong monetisasi berbagai produk mineral.
Ia berharap nilai tambah produk yang dihasilkan proyek hilirisasi ini juga berkontribusi terhadap pertumbuhan industri manufaktur dalam jangka menengah hingga panjang.
Lebih lanjut ekonom CORE mengatakan, untuk memaksimalkan potensi industri manufaktur, koordinasi antar kementerian dan lembaga perlu diperkuat.
Hanya dengan cara inilah kebijakan bergulir dapat memberikan manfaat berkelanjutan yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia.
“Seringkali peraturan atau regulasi yang dibuat di tingkat pusat tidak bisa diterapkan di tingkat kabupaten karena alasan tertentu dan saya rasa itu yang perlu diperbaiki. Saya rasa pemerintah punya kemampuan untuk memperbaikinya dan sekarang tinggal Tinggal bagaimana menjamin hal ini,” katanya. Proses perbaikan dilakukan “sesuai dengan harapan pemerintah”.
Di sisi lain, Kepala Ekonom PermataBank Joshua Pardede mengatakan kemajuan di sektor manufaktur yang didukung oleh inisiatif hilir dinilai berdampak positif dalam mengatasi permasalahan defisit transaksi berjalan (CAD) yang semakin melebar yang dihadapi Indonesia.
Ia memperkirakan pemerintah dapat mengurangi dampak dari beberapa penyebab utama ekspansi dolar Kanada melalui kebijakan hilir.
Sejak tahun 2020 hingga September 2023, output industri terus tumbuh, memperkuat posisi Indonesia di peringkat manufaktur dunia. Pada tahun 2020, nilai output industri mencapai US$210,4 miliar, kemudian meningkat menjadi US$228,32 miliar. Akan meningkat sebesar US$241,87 miliar pada tahun 2021, dan akan meningkat lagi sebesar US$241,87 miliar pada tahun 2022.
Sementara itu, hingga September 2023, total nilai output industri mencapai sekitar US$192,54 miliar.