kabarkutim.com.com, Jakarta – Badan Jasa Keuangan (OJK) berencana mengurangi jumlah bank umum ekonomi (BPR), dari 1.500 bank menjadi hanya 1.000 bank.
Menanggapi agenda politik tersebut, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengaku pihaknya masih mempunyai cukup uang untuk menutupi tagihan bangkrutnya BPR.
“Kita kaya, saya punya Rp 214 triliun, akhir Juli naik, akhir tahun naik lagi, tahun ini bisa melebihi Rp 240 juta,” kata Purbaya. konferensi pers di Hotel Fairmont, Jakarta, Kamis (21/3/2024).
Sedikit menengok ke belakang, ia mengatakan saat ini ada 7 BPR yang tumbang dan berhasil diselamatkan. Menurut dia, ambruknya tujuh bank tersebut tidak cukup mengganggu keuangan LPS.
Purbaya menambahkan, “Itu yang dikeluarkan sekitar 300 miliar. Nanti kalau turun lagi sepertinya belanjanya tahun ini kurang dari 1 triliun.”
Ini sudah berakhir
Purbaya meyakini jika OJK memangkas dari 1.500 BPR menjadi 1.000 BPR sekaligus, ia sangat khawatir amanah yang diberikan akan terlampaui.
“Tapi kalau dibilang ada 500 bank bangkrut, kalau setahun, saya yang tidak punya kepala. OJK yang punya kepala bagaimana mengendalikan risiko sosial,” ujarnya.
“Kalau saya tentu bisa bayar, tidak ada masalah. Tapi menurut saya OJK sebaiknya lakukan 500 (BPR) secara bertahap. Tidak mungkin 500 sekaligus,” ujarnya.
Berdasarkan pengalaman masa lalu, Purbaya juga menelaah penyebab BPR kolaps sebelum pandemi Covid-19, dimana rata-rata 7-8 bank bangkrut setiap tahunnya.
“Bukan karena dampak ekonominya buruk, tapi karena tidak dikelola dengan baik dan disalahgunakan oleh pemiliknya. Pada saat yang sama, kalau BPR bagus dan efisien, bagus sekali, karena pelayanan BPR di perusahaan kami sangat tinggi.” katanya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK No. KEP-27/D.03/2024 tanggal 4 Maret 2024 tentang pembatalan izin usaha PT Perkreditan Bank Rakyat Aceh Utara. , mencabut izin usaha PT BPR Aceh Utara yang berlokasi di Jalan Merdeka no. 35-36, Lhokseumawe, Provinsi Aceh.
Pencabutan izin usaha PT BPR Aceh Utara merupakan salah satu tindakan administratif yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat sektor perbankan serta melindungi konsumen.
Pada tanggal 30 Maret 2023, OJK menempatkan PT BPR Aceh Utara di bawah pengawasan Bank Kesehatan Rendah berdasarkan kualitas kesehatan yang dikatakan buruk.
Kemudian pada tanggal 12 Januari 2024, OJK menetapkan PT BPR Aceh Utara dalam status Pengawasan Bank dalam Keputusan tersebut mengingat OJK memberikan waktu yang cukup kepada Direksi dan auditor BPR untuk melakukan langkah-langkah reformasi termasuk penyelesaian permasalahan keuangan sebagaimana telah ditetapkan. di bidang keuangan. Layanan. Perintah Eksekutif Nomor 28 Tahun 2023 tanggal 29 Desember 2023 tentang Pembentukan dan Pengawasan Bank Ekonomi Masyarakat dan Bank Ekonomi Syariah.
Pada Selasa (5/3/2024), OJK menulis: “Namun Direksi dan pemegang saham pengendali BPR tidak dapat melakukan reformasi BPR”.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan salinan Surat Perintah Dewan Komisioner Program Penjaminan Simpanan dan Keputusan Bank No. 34/ADK3/2024 tanggal 28 Februari 2024 tentang Pembayaran Bank dalam keputusan PT BPR Aceh Utara, Badan Asuransi Amana (LPS) memutuskan tidak melakukan intervensi terhadap PT BPR Aceh Utara yang meminta OJK mencabut izin usaha BPR.
Menindaklanjuti permintaan LPS, OJK sesuai Pasal 19 POJK tersebut di atas, mencabut izin usaha PT BPR Aceh Utara. Dengan pencabutan izin usaha tersebut, LPS akan menjalankan tugas penjamin dan melaksanakan proses likuidasi sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Perusahaan Perasuransian dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pembinaan dan Pengamanan. Departemen Keuangan. .
OJK mengimbau nasabah BPR tetap tenang karena dana pemerintah di perbankan, termasuk BPR, dijamin oleh LPS sesuai ketentuan yang berlaku.