Penduduk Gaza Berbuka Puasa dengan Sederhana di Tengah Puing-Puing Reruntuhan

penduduk gaza berbuka puasa dengan sederhana di tengah puing puing reruntuhan 141d56b

kabarkutim.com.com, JAKARTA – Di tengah reruntuhan rumah di Gaza, keluarga Abu Razik berbuka puasa bersama di reruntuhan rumahnya di bulan 2024. Di penghujung puasa hari ini, azan Maghrib dikumandangkan. .

Meskipun keluarga Abu Rizek mengumpulkan cukup makanan untuk berbuka puasa, banyak orang lain di Gaza yang kurang beruntung. Penduduk Palestina yang dilanda kelaparan berada dalam risiko.

Bacaan Lainnya

“Ramadhan tahun lalu bagus, tapi tahun ini tidak. Banyak barang yang hancur. Saudara-saudaraku, keluargaku, rumah kami hancur. Masih ada orang di bawah reruntuhan,” kata Umm Mahmoud Abu Razik. ,” kata Ummu Mahmoud Abu Razik. Seperti dikutip The Straits Times.

Abi Razek duduk bersila di antara reruntuhan tembok beton, memasak di atas api.

“Kami hanya makan sup dan makanan kaleng. Kacang kalengan. Kami bosan dengan makanan kaleng dan itu membuat kami mual. ​​Anak saya terus bilang dia sakit perut,” katanya sambil mengingat kembali banyaknya makanan yang dia makan di bulan Ramadhan lalu.

Keluarga Abu Razik biasanya berkumpul dengan teman dan tetangga pada malam hari untuk duduk, makan, sholat dan merayakan bulan suci bersama.

“Tidak ada tetangga atau orang-orang terkasih tahun ini. Mereka tidak ada di sini lagi. Yang ada hanya kami dan anak-anak, yang duduk di sini. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami,” katanya.

Perang di Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika pejuang Hamas menyerang Israel. Menurut Israel, 1.200 orang tewas dan 253 orang disandera dalam insiden ini.

Sementara itu, lebih dari 30.000 warga Gaza juga tewas dalam serangan darat dan udara Israel sejak itu, menurut pejabat kesehatan Hamas. Perang juga menyebabkan 2,3 juta penduduknya mengungsi.

Harapan untuk gencatan senjata selama Ramadhan kandas karena Israel dan Hamas tidak dapat menyetujui persyaratannya.

Dengan hampir seluruh impor pangan komersial dihentikan, sebagian besar warga Gaza kini sepenuhnya bergantung pada bantuan pangan. Banyak di antara mereka yang hanya makan di dapur umum, termasuk saat berbuka puasa.

Di dapur umum di Rafah, orang-orang berkumpul membawa mangkuk plastik untuk mengambil makanan.

“Setiap hari kami punya 35 pot makanan, tapi 35 pot saja tidak cukup. Saya bersumpah bahkan 70 pot saja tidak cukup,” kata relawan Adnan Sheikh Al-Aid, yang bergabung dengan orang-orang yang lebih putus asa dan terkena dampak dalam antrian.

Abu Razik, seperti Idul Fitri, hanya bisa mengenang nikmatnya Ramadhan sebelumnya. “Ada dekorasi, makanan dan minuman. Tahun ini saya merasa sedih dan putus asa,” ujarnya.

“Saya berusia 60 tahun dan belum pernah mengalami Ramadhan seperti ini,” tambahnya.

Dalam hukum agama Islam, terdapat ketentuan yang memperbolehkan seseorang untuk tidak berpuasa untuk melindungi kesehatannya. Misalnya, umat Islam tidak boleh berpuasa jika sakit, hamil, menyusui, atau karena alasan kesehatan lainnya.

Namun tidak ada ketentuan yang memperbolehkan orang untuk tidak berpuasa selama perang, kecuali mereka sakit parah. Oleh karena itu, masyarakat Palestina hendaknya berpuasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam yang lima.

Meskipun mengalami kesulitan, banyak warga Gaza yang berbuka puasa – meskipun mereka tidak memiliki banyak makanan untuk Sahur dan Buka Puasa.

Dilansir dari CBC, Syekh Muhammad Hussain dari Al Ram menjelaskan pentingnya berpuasa meski dalam konflik.

“Ramadhan telah tiba dan kita merayakan Ramadhan, dan Insya Allah kita akan berpuasa meski dalam keadaan sulit,” kata Syekh Muhammad Hussain.

“Kami memohon kepada Tuhan untuk membantu kami secepat ini di masa-masa sulit ini.”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *