JAKARTA – Pemerintah diminta lebih waspada dalam mengelola anggaran masyarakat mengingat kemungkinan memburuknya perekonomian akibat konflik di Timur Tengah. Selain itu, di saat yang sama, nilai tukar rupiah terhadap Amerika Serikat (AS) diperkirakan melemah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral baru-baru ini mengumumkan pemerintah akan meningkatkan impor minyak mentah (BBM) menjadi 850 ribu barel per hari (bpd) akibat penurunan produksi minyak dan gas dalam negeri.
Beberapa kebijakan yang dianggap membebani anggaran pemerintah, yaitu program gas murah bagi perusahaan yang dikenal dengan beberapa harga gas bumi (HGBT). Oleh karena itu, pemerintah harus mengelola anggaran dengan baik di tengah krisis ekonomi.
“Sebaiknya perlu dipulihkan sistem khusus untuk menaikkan harga gas. “Pertama, pertimbangkan risiko geopolitik yang dapat mendorong harga gas lebih tinggi dan melemahkan nilai tukar Rupiah,” kata Ekonom sekaligus CEO Center for Economic and Legal Studies (CELIOS) Bhima Yudhisthira, (22/4/2024). ).
Dengan naiknya harga minyak, kata dia, beban program HGBT akan bertambah sehingga sektor migas menjadi rentan dan menambah hilangnya pendapatan negara.
“Padahal APBN berat dalam memperluas bantuan keuangannya,” tegasnya.
Poin kedua adalah tidak melanjutkan program yang sudah berjalan sejak merebaknya pandemi Covid-19 seperti tahun 2020, karena tidak banyak manfaat yang didapat dari HGBT.
Sektor perdagangan menyumbang 18% PDB saat ini. Harapan stimulus gas untuk mencapai proses bisnis bisa dikatakan gagal, kata Bhima.
Pertimbangan ketiga adalah pengaruh terhadap penggunaan karya tersebut. Dengan adanya program HGBT di industri perhotelan, selama ini lapangan pekerjaan belum banyak. “Tidak banyak berubah dibandingkan penyakitnya,” tambahnya.
Bhima mengatakan, program HGBT tidak memberikan dampak yang lebih besar. Upaya memperkuat sistem pasokan gas dalam negeri terus dilakukan agar sistemnya lebih efisien. Mulai dari memangkas jumlah rantai pasok yang mencakup pedagang hingga perbaikan infrastruktur. Artinya, harga gas di dalam negeri menjadi murah bagi perusahaan-perusahaan yang tidak banyak menggunakannya seperti sekarang, katanya.
Saat ini, menurut informasi di bidang energi, hal tersebut menjadi prioritas bagi pihak-pihak yang berdampak langsung kepada masyarakat dalam menjaga daya beli dan perekonomian secara umum. Utamanya bahan bakar dan listrik serta LPG 3kg. Menurut Bhima, bantuan prioritas seperti BBM masih ditengarai akan terus meningkat jika dianggap beban APBN bertambah. Seperti diketahui, nilai rupiah kini menguat sebesar 16.000 riyal terhadap dolar Amerika Serikat (USD) dan dampak ketegangan geopolitik diperkirakan akan menaikkan harga energi seperti minyak.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif akhir pekan lalu mengatakan, masih banyak permasalahan yang ditimbulkan minyak asing. Pasalnya, Indonesia memproduksi 600 ribu barel per hari, sedangkan impornya mencapai 840 ribu barel per hari, dengan informasi sekitar 600 ribu barel dalam bentuk minyak dan 240 ribu barel minyak mentah. Produk impornya berasal dari berbagai negara seperti Arab Saudi, Nigeria dan masih banyak lainnya. “Karena mungkin beberapa negara tersebut sangat kompetitif dalam memberikan harga minyaknya,” ujarnya.