JAKARTA – Isu pemecatan guru (kebersihan) yang akhir-akhir ini menjadi gunung es masih meresahkan dunia pendidikan Indonesia. Riza Primahendra, Pakar CSR dan Pembangunan Manusia, melihat perlunya pemerintah daerah segera menyelesaikan permasalahan terkait dengan guru-guru terhormat yang punya solusi atas permasalahan tersebut.
Riza menilai persoalan guru terhormat merupakan indikasi lemahnya sistem distribusi pendidikan pemerintah daerah atau minimnya implementasi. Jadi pertanyaan ini harus dilihat dulu akar persiapannya, apakah idenya bagus dari awal atau sebaliknya.
Baca juga: Kabar Baik! Dana untuk guru non-ASN tahap kedua sudah disalurkan, datang dan lihat
Lebih lanjut, temuan tersebut menunjukkan bahwa hingga saat ini, rekrutmen guru honorer masih banyak yang belum melalui proses UGD. Akibatnya, pemerintah daerah kurang memahami keterampilan guru yang mereka rekrut. Riza juga mendesak pemerintah daerah mencari cara untuk menghentikan mereka dan mencari solusi yang masuk akal.
“Pemerintah daerah memerlukan solusi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang terhadap situasi guru yang terhormat. Kita perlu mempertimbangkan apakah situasi sekolah, pertumbuhan siswa di masa depan, dan kebutuhan guru sudah sesuai,” kata Riza pada Sabtu (17 Agustus 2024) ) kata dalam siaran persnya.
Ia juga mengatakan perlu juga menyusun strategi menghadapi perkembangan teknologi digital di bidang pendidikan dengan meningkatkan keterampilan guru seperti sertifikat yang sah untuk mempersiapkan para korban pembersihan ini agar memiliki kewenangan yang lebih besar sebagai guru. Menegosiasikan tanggung jawab.
Baca Juga: Rekrutmen Guru Terlatih Skema Guru Positif Kelas 12 Sudah Dimulai, Rinciannya Sebagai Berikut
Riza mencatat, kejadian pembersihan guru honorer DKI di Jakarta salah satu penyebabnya adalah perencanaan yang kurang matang. Ada kemungkinan juga guru-guru terhormat yang mengajar di DKI Jakarta diganti atau dimutasi tanpa mengikuti prosedur yang benar.
Hal ini diperparah dengan fragmentasi peran guru dalam mengajar, sehingga masih banyak guru honorer yang mengajar beberapa kelas sekaligus. Dia kemudian menyimpulkan bahwa hasil positif dari studi independen seharusnya meningkatkan kebutuhan akan lebih banyak guru untuk mengurangi pelatihan guru di setiap sekolah.
“(Hak atas pendidikan) mengharuskan semua orang untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuannya, terutama guru, karena dalam banyak kasus hanya guru reguler yang dapat memberikan program pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan. Pemerintah provinsi dan dinas pendidikan daerah dapat mengupayakan “Kelola dan utamakan guru yang terhormat” sebagaimana mestinya,” katanya.
Terkait rekrutmen guru, Riza mengatakan perubahan gaya guru dan berbagai metode menegaskan masih terbukanya peluang merekrut orang-orang yang tidak menaati aturan. Hal ini memerlukan pemahaman yang lebih baik tentang cara kerja kebijakan tersebut di pemerintah daerah. Agar tidak terjadi keretakan di kemudian hari dimana berbagai kelompok melakukan pendataan melalui guru honorer tanpa sepengetahuan Kementerian Pendidikan.